KONDISI GEOLOGI DAN SPELEOLOGI KARST AKETAJAWE –

KONDISI GEOLOGI DAN SPELEOLOGI KARST AKETAJAWE
Resort Binagara dan Sekitarnya, Kecamatan Wasile Selatan, Halmahera Timur
Oleh:
Andy Setiabudi Wibowo
Acintyacunyata Speleological Club (asc_jogja@yahoo.com / http://www.asc.or.id)
Jl. Kusumanegara no. 278, Yogyakarta
TIM EKSPEDISI :Andy SW,Fauzan,Yohanis Setitit,Ataul Mujib,Muh. Yunus,Ahmad Syahroni,Maulid Akbar,Husain.
2016

PENDAHULUAN

        Pulau Halmahera secara geologi memiliki potensi sebaran kawasan yang cukup luas. Salah satunya adalah di kawasan karst Aketajawe, yang berada di dalam kawasan Taman Nasional Aketajawe Lolobata, Halmahera. Beberapa kali kegiatan penelitian speleologi sudah pernah dilakukan di kawasan karst Halmahera, yaitu organisasi penelusur gua dari perancis (1989 dan 1995), HIMAKOVA IPB (2014), RIMPALA IPB (2015), SILVAGAMA UGM (2014) dan mungkin masih ada beberapa peneliti yang melakukan penelitan speleologi namun belum terpublikasi hasil penelitiannya. Penelitian yang menyangkut tentang kondisi speleology di kawasan karst Halmahera masih sangat jarang dilakukan. Maka dari itu, data tentang kondisi speleology yang mencakup tentang gua dan sungai bawah tanah di kawasan karst Halmahera masih sangat sedikit sekali. Dengan melihat data awal hasil dari penelitian sebelumnya, bisa disimpulkan bahwa perkembangan karts Aketajawe berkembang sangat baik, dan besar kemungkinan masih banyak gua-gua yang memiliki potensi sungai bawah tanah yang belum ditemukan.

      Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi geologi, dan kondisi speleologi yang berkembang, dengan harapan dengan mengetahui potensi speleologi di kawasan karst Aketajawe, dapat membantu semua pihak terutama pihak para pengambil kebijakan dalam melakukan pengelolaan kekayaan sumber daya alam, sehingga kelestarian kawasan karst Aketajawe dapat terjaga.

LOKASI DAN KESAMPAIAN DAERAH

Lokasi penelitian berada di dalam Resort – Binagara, Blok Aketajawe, Taman Nasional Aketajawe Lolobata. Secara administrasi masuk dalam Desa Akejawi, Kecamatan Wasile Selatan, Kabupeten Halmahera Timur, Propinsi Maluku Utara. Total luas area penelitian sebesar ± 2.000 Ha.

Lokasi penelitian dapat ditempuh dengan rute perjalanan sebagai berikut :

  1. Yogyakarta – Surabaya, lewat jalur darat menggunakan kereta api, dengan waktu tempuh ± 7 Jam.
  2. Surabaya – Ternate, lewat jalur laut menggunakan Kapal Laut, dengan waktu tempuh ± 84 Jam.
  3. Ternate – Sofifi, lewat jalur laut menggunakan speedboat, dengan waktu tempuh ± 40 menit.
  4. Sofifi – Resort Binagara, lewat jalur darat menggunakan kendaraan roda empat, dengan waktu tempuh ± 1.5 Jam. Kondisi jalan beraspal baik, hanya setempat ada jalan berlubang.

METODOLOGI

Penelitian ini meliputi beberapa kegiatan,

yaitu survey mulut gua dan fenomena eksokarst, pemetaan gua, pengukuran debit air, dan pemetaan geologi.

 1. Survey mulut gua dan eksokarst

Sebelum melakukan survei dilapangan,

telah dilakukan interpetasi keberadaan mulut gua berdasarkan data awal yang telah dikumpulkan. Survei mulut gua dan eksokarst ini dilakukan untuk mengetahui lokasi-lokasi mulut gua baik yang sudah pernah di data, maupun mulut gua yang baru ditemukan, dan juga untuk mengetahui gejala eksokarst yang berkembang seperti ponor, doline, kerucut karst, mata air, dll.

Survei permukaan ini dilakukan oleh 3 tim, masing-masing tim terdiri dari 3 orang. Alat yang di gunakan untuk menentukan posisi adalah GPS Garmin 76 CSX dan Garmin 62S.

2. Pemetaan Gua

Pemetaan gua dilakukan dengan sistem

“top to bottom” dan juga “bottom to top” tergantung pada kondisi lorong gua yang dipetakan, dengan pemilihan jalur survei “center of passage survey” yaitu tim survei memilih titik stasiun disekitar tengah lorong, meski tidak selalu demikian, dan melakukan pengukuran diatas titik tersebut dengan berdiri, jongkok, maupun tiarap. Pemetaan gua ini dilakukan oleh 2 tim, masing-masing tim terdiri dari 3 orang yang terbagi sesuai job desk nya, yaitu, shooter, stationer, dan descriptor, dengan metode pemetaan yang dipakai adalah “forward method (foresight)”.

Peralatan yang digunakan adalah :

1) Kompas merk Suunto K14/360

2) Klinometer merk Suunto PM-5

3) Laser Distometer merk Leica

4) Meteran fiber glass 30 meter

5) Buku catatan dan alat tulis tahan air.

Pengukuran peta gua berdasarkan grade BCRA, yaitu grade 5B yang berarti survei magnetis, akurasi sudut horisontal dan vertikal diukur hingga ± 1°, jarak diukur dan dicatat hingga ke satuan cm (sentimeter) terdekat dan posisi stasiun ditentukan hingga kurang dari 10 cm, kesalahan posisi stasiun kurang dari 10cm (Buku Stasiun Nol edisi 2, Erlangga Esa Laksmana, 2016).

3. Pengukuran debit air

Pengukuran debit air menggunakan

teknik “velocity-area techniques” atau teknik kecepatan-luasan. Alat yang di gunakan adalah meteran, penggaris, pelampung, dan stopwatch.

4. Pemetaan Geologi

Pemetaan geologi meliputi pendataan

singkapan litologi batuan, kedudukan lapisan batuan, dan struktur geologi yang berkembang. Alat yang di gunakan adalah kompas geologi, palu, lup (kaca pembesar), larutan HCl, dan GPS garmin 62S.

 

GEOLOGI REGIONAL

1. Karst Regional

Berdasarkan Peta Geologi Regional lembar Ternate, lembar Morotai, dan lembar Bacan keluaran Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, sebaran kawasan karst pulau halmahera berdasarkan urutan stratigrafi dari tua – muda terdiri dari anggota batugamping formasi dodoga (kapur), batugamping (paleosen), anggota batugamping formasi dorosagu (paleosen – eosen), anggota batugamping formasi tutuli (oligosen – miosen), anggota batugamping formasi amasing (miosen),

KONDISI GEOLOGI DAN SPELEOLOGI KARST AKETAJAWE 1Gambar 2. Peta kawasan karst regional pulau Halmahera
dan sekitarnya. (geologi regional lembar Ternate, Morotai,
dan Bacan, P3G)

 

anggota batugamping formasi ruta (miosen), anggota batugamping formasi tingteng (miosen – pliosen), anggota batugamping formasi weda (miosen – pliosen), dan batugamping terumbu (kuarter).

Sedangkan kawasan karst aketajawe terdiri dari anggota batugamping formasi tingteng berumur miosen akhir – pliosen awal, dan anggota batugamping formasi weda berumur miosen tengah – pliosen.

2. Tektonik Regional

Tektonik halmahera cukup unik, karena pulau ini terbentuk dari pertemuan tiga lempeng, yaitu Eurasia, Pasifik, dan Indo-Australia yang terjadi sejak zaman kapur. Diselatan Halmahera pergerakan miring sesar sorong ke arah barat bersamaan dengan Indo – Australia, struktur lipatan berupa sinklin dan antiklin terlihat jelas pada formasi weda yang berumur miosen tengah – pliosen awal. Sumbu lipatan berarah utara selatan, timur laut – barat daya, dan barat laut -tenggara.

Struktur sesar terdiri dari sesar normal dan sesar naik, umumnya berarah utara – selatan dan barat laut – tenggara. Kegiatan tektonik dimulai pada kapur awal dan awal tersier, ketidak selarasan antara batuan berumumur paleosen-eosen dengan batuan berumur eosen-oligosen awal, mencerminkan kegiatan tektonik sedang berlangsung kemudian diikuti kegiatan gunung api. Sesar naik akibat tektonik terjadi pada zaman eosen – oligosen. Tektonik terakhir pada zaman holosen berupa pengangkatan dan adanya sesar normal yang memotong batu gamping.

Sedangkan tektonik pada lengan timur pada miosen tengah, plio-plistosen, dan akhir

holosen terjadi kegiatan tektonik berupa perlipatan, sesar naik secara intensif dengan arah utama timur laut – barat daya. Sesar normal berarah barat laut – tenggara yang terjadi pada fase tektonik memotong semua sesar naik.

 

HASIL PENELITIAN

1. Geomorfologi Daerah Penelitian

Sebagian besar daerah penelitian terdiri dari perbukitan dan lembah. Berdasarkan dari bentukan morfologi, litologi yang berupa batugamping dan batupasir karbonat, adanya sungai bawah tanah, dan ditemukannya banyak gua, maka pembagian bentukan lahannya dibagi menjadi lima bagian bentuk lahan, yaitu : Bentukan lahan perbukitan karst , Bentukan lahan dolina , Bentukan lahan uvala, Bentukan lahan lembah karst, dan Bentukan lahan perbukitan sinklin.

a. Bentukan Lahan Perbukitan Karst

Merupakan bentukan lahan yang membentuk jajaran perbukitan hasil dari pelarutan batugamping. Batugamping dengan tingkat kekerasan tinggi akan tahan terhadap pelapukan dan pelarutan oleh air. Batuan yang tahan tersebut akan membentuk perbukitan karst. Penyebaran bentuk lahan ini merupakan yang paling luas dan dominan didalam lokasi penelitian, yaitu menempati 83% dari total luas daerah penelitian. Ketinggian bentuk lahan ini berkisar 90 mdpl – 440 mdpl, dengan morfologi yang bergelombang, dan dengan kemiringan lereng yang cukup terjal yaitu 30° – 80°.

b. Bentukan Lahan Dolina

Bentuk negatif dengan morfologi cekungan membundar atau depresi tertutup yang diapit dengan perbukitan yang ada disekitarnya. Dolina ini disebabkan oleh adanya pelarutan oleh air. Kedalaman dari dolina pada lokasi penelitian beraneka ragam, berkisar dari 15 – 50 meter. Kemiringan lerengnya juga beraneka ragam, kenampakannya dapat dilihat dari kemiringan

KONDISI GEOLOGI DAN SPELEOLOGI KARST AKETAJAWE 2Gambar 3.Foto lereng terjal pada bentukan lahan perbukitan karst di lokasi penelitian.

bukit-bukit karst yang mengelilinginya, kemiringannya berkisar 20°-60° dengan ketinggian berkisar 75 mdpl – 260 mdpl. Penyebaran bentuk lahan ini menempati 1% dari total luas daerah penelitian.

c. Bentukan Lahan Uvala

Merupakan bentukan lahan negative mempunyai bentukan menyerupai dolina hanya saja uvala merupakan bentuk perkembangan dari beberapa dolina yang menjadi satu. Bentuknya lonjong dan kadang berbentuk tidak beraturan menyerupai alur sungai yang berkelok – kelok.Kedalamannya pun sangat beragam, yaitu 15 – 30 meter. Kemiringan lereng 20° – 40°, dengan ketinggian 68 mdpl – 175 mdpl. Penyebaran bentuk lahan ini menempati 5% dari total luas daerah penelitian.

d. Bentukan Lahan Lembah Karst

Merupakan bentukan lahan karst yang membentuk lembah hasil dari pelarutan dan erosi pada batugamping. Lembah karst pada daerah penelitian memiliki kemiringan lereng agak curam sampai terjal yaitu 17° – 50°. Terdapat sungai permukaan yang mengalir, yaitu sungai Majamisun. Penyebaran bentuk lahan ini menempati 4% dari total luas daerah penelitian.

KONDISI GEOLOGI DAN SPELEOLOGI KARST AKETAJAWE 3Gambar 4. Foto lembah karst di lokasi penelitian.

 

e. Bentukan Lahan Perbukitan Sinklin

Litologi penyusun bentukan asal ini adalah batupasir karbonat. Bentukan lahan pada bentukan asal struktural ini adalah perbukitan sinklin. Bentukan lahan ini dicirikan dengan adanya struktur geologi perlipatan berupa sinklin. Kemiringan lereng pada bentukan lahan ini berkisar 10° – 21° dan bentukannya mengikuti arah dari sayap lipatanya. Ketinggian pada bentukan lahan ini 37 mdpl – 112 mdpl. Penyebaran bentuk lahan ini menempati 7% dari total luas daerah penelitian.

KONDISI GEOLOGI DAN SPELEOLOGI KARST AKETAJAWE3

 

2. Stratigrafi Daerah Penelitian

Berdasarkan hasil pengamatan geologi di lapangan, pada lokasi penelitian dapat di kelompokkan menjadi 3 (tiga) satuan batuan tidak resmi dari tua ke muda, yaitu satuan batugamping, satuan batupasir karbonat, dan satuan alluvial.

a. Satuan Batugamping

Penyebaran satuan ini menempati 93% dari total luas daerah penelitian. Satuan batuan ini tersingkap dengan baik hampir di seluruh area penyebaranya. Satuan ini dicirikan dengan litologi berupa batugamping, putih, perlapisan, fosil berupa foram besar, setempat ditemukan batugamping terumbu, dan batugamping mudstone. Bidang perlapisan dapat di amati dengan baik pada satuan ini, terutama bidang perlapisan didalam gua, yaitu di gua Sogili, gua Toto, dan gua Tata. Berdasarkan struktur perlapisan ini maka disimpulkan bahwa satuan batugamping ini berumur lebih tua dibandingkan dengan satuan batupasir karbonat.

b. Satuan Batupasir Karbonat

Penyebaran satuan ini menempati 6% dari total luas area penelitian. Satuan betuan ini tersingkap dengan baik di hilir sungai Majamisun dan juga di sepanjang jalan setapak untuk menuju ke lokasi camp bidadari. Satuan ini dicirikan dengan litologi berupa batupasir, pasir sedang–kasar, putih kecoklatan, perlapisan, karbonatan, sisipan laminasi perselingan antara napal dan pasir halus. Bidang perlapisan dapat diamati dengan baik pada satuan ini. Dari data struktur perlapisan ini yang memiliki kontak selaras dengan satuan batugamping, disimpulkan bahwa satuan ini masuk dalam formasi Tingteng.

c. Satuan Alluvial

Penyebaran satuan ini menempati 1% dari total luas area penelitian. Satuan batuan ini tersingkap dengan baik di tubuh dan sebagian bantaran sungai Majamisun. Satuan ini terdiri dari endapan material lepas hasil dari rombakan batuan yang lebih tua yang berukuran lempung sampai dengan bongkah, material tersebut terdiri dari batugamping, batupasir, dan napal. Satuan ini memiliki hubungan yang tidak selaras terhadap satuan batuan yang ada di bawahnya.

KONDISI GEOLOGI DAN SPELEOLOGI KARST AKETAJAWE 5

 

3. Struktur Geologi Daerah Penelitian

 a. Kekar

Pada lokasi penelitian, kekar dapat dijumpai di beberapa tempat pada satuan batugamping. Dari pengukuran kekar gerus yang dijumpai dilapangan didapatkan arah umumnya N 155° E dengan tegasan utama N 125° E, dan tegasan terkecil N 035° E .

 KONDISI GEOLOGI DAN SPELEOLOGI KARST AKETAJAWE 6Gambar 9. Diagram roset kekar dilokasi penelitian

b. Sesar Turun

Sesar turun yang terdapat dilokasi penelitian dapat diamati dengan jelas di koordinat N 0° 43’ 44.2”, E 127° 47’ 26.2”, yaitu terdapat pergeseran turun pada bidang perlapisan di satuan batugamping. Berdasarkan pengamatan dilapangan, didapatkan data bidang sesar dengan kedudukan N 300° E/ 84°.

KONDISI GEOLOGI DAN SPELEOLOGI KARST AKETAJAWE 7

c. Sinklin

Kedudukan bidang perlapisan sayap lipatan ini banyak ditemukan pada satuan batupasir karbonat. Kemenerusannya di perkirakan sesuai dengan penunjaman sumbu lipatannya. Dari pengolahan data bidang perlapisan, didapatkan kedudukan sumbu lipatan yaitu 6° / N352°E, serta bidang sumbu dengan kedudukan N173°E / 84°.

KONDISI GEOLOGI DAN SPELEOLOGI KARST AKETAJAWE 8

Gambar 11. Proyeksi stereografi lipatan sinklin dilokasi penelitian.

 d. Antiklin

Kedudukan bidang perlapisan sayap lipatan ini bisa di jumpai di satuan batugamping, di bagian utara dekat dengan kontak satuan batupasir karbonat. Kemenerusannya di perkirakan sesuai dengan penunjaman sumbu lipatannya. Dari pengolahan data bidang perlapisan, didapatkan kedudukan sumbu lipatan yaitu 5° / N 154° E, serta bidang sumbu dengan kedudukan N 154° E / 83°.

KONDISI GEOLOGI DAN SPELEOLOGI KARST AKETAJAWEv 9Gambar 12. Proyeksi stereografi lipatan antiklin dilokasi penelitian.

KONDISI GEOLOGI DAN SPELEOLOGI KARST AKETAJAWE 10

KONDISI GEOLOGI DAN SPELEOLOGI KARST AKETAJAWE 11

4. Speleologi Daerah Penelitian

Dari hasil penelitian didapatkan 65 gua dan 18 ceruk. Dari 64 gua yang ditemukan, ada beberapa gua yang dieksplorasi dan dipetakan. Gua – gua yang telah dipetakan ada beberapa yang saling berhubungan membentuk sistem pergua-an dan memiliki potensi sungai bawah tanah, berikut akan dijelaskan kondisi gua yang telah di eksplorasi dan dipetakan saat melakukan penelitian.

ascyogyakarta

ASC Jogja

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *